AMAR
A.
Pengertian
Amr
menurut ulama’ ushul fiqih ialah perintah dari atasan kepada bawahannya (dari
Tuhan kepada manusia) tentang suatu perbuatan yang harus di lakukan.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Amr itu
suatu perintah yang harus dilakukan oleh orang yang diperintah yang datangnya
dari atasan kepada bawahannya. Dalam hal ini perintah-perintah itu tercantum
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Menurut
pengertian ini perintah atau permintaan sesuatu kepada sesamanya yang sederajat
atau permintaan sesuatu dari bawahan kepada atasan, maka kedua-duanya itu tidak
termasuk dalam lingkup Amr.
B.
Pembagian atau
bentuk-bentuk Amr
a.) Fi’il Amr
Contoh :
(43)
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ
وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya :
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat”.
( Al-Baqarah : 43 )
b.) Fi’il Mudhori’
Contoh :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ(104)
Artinya
:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang
menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar”.
( Ali-Imron : 104 )
c.) Isim Fa’il
Contoh
:
(103) يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْعَلَيْكُمْأَنفُسَكُمْلاَيَضُرُّكُممَّن
ضَلَّإِذَااهْتَدَيْتُمْ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu.
Tiadalah orang-orang yang sesat itu membahayakan kamu, apabila kamu telah
mendapatkan petunjuk”
( Al-Maidah : 103 )
d.) Jumlah Khabariyah (
kalimat berita ) yang diartikan sebagai jumlah yang mengandung tuntutan.
Contoh :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
ثَلاَثَةَ قُرُوءٍ(228)
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) sampai tiga kali suci”.
(Al-Baqarah : 228 )
C.
Kaidah-kaidah Ushul Fiqih
Kaidah-kaidah
Amr yaitu ketentuan-ketentuan yang
dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum. Ulama’ Ushul merumuskan
kaidah-kaidah Amr dalam lima bentuk, yaitu :
Kaidah pertama
1.
Nadb, anjuran (sunnat), seperti :
(33) فَكاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فيهِمْ خَيْراً
Artinya : “Hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka”.(An-Nur : 33)
2. Irsyad, membimbing atau memberi petunjuk, seperti :
(282).......وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ........
Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual-beli”
(Al-Baqarah : 282)
Ada
perbedaan Amr dalam bentuk Irsyad dan Nadb, Nadb diharapkan mendapat pahala
sedang Irsyad untuk kemaslahatan serta kebaikan yang berhubungan dengan adat
istiadat dan sopan santun atau etika saja.
3. Ibahah, boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan,
seperti :
(60) كلوا واشربوا
Artinya : “Makan dan minumlah”.(Al-Baqarah : 60)
4. Tahdid, Mengancam
atau menghardik, seperti :
(40) اعْمَلُوامَا
شِئْتُمْ
Artinya : “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki”.
(Fushshilat : 40)
5. Taskhir, menghina /merendahkan darajat, seperti :
(65) كُونُواْ قِرَدَةً
خَاسِئِينَ
Artinya : “Jadilah kamu kera yang hina”. (Al-Baqarah
: 65)
6. Ta’jiz,menunjukkan
kelemahan lawan bicara,seperti :
(23) فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن
مِّثْلِه
Artinya : “Buatlah surat (saja) yang semisal
Al-Qur’an”. (Al-Baqarah : 23)
7. Taswiyah, sama antara
dikerjakan dan tidak, seperti :
(16) اصْلَوْهَافَاصْبِرُواأَوْ
لَاتَصْبِرُواسَوَاءعَلَيْكُمْ
Artinya : “Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah
panas apinya), maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu”. (Ath-Thur
: 16)
8. Tazkib, mendustakan, seperti :
(111) قُلْهَاتُواْبُرْهَانَكُمْإِن كُنتُمْصَادِقِينَ
Artinya: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar”. (Al-Baqarah : 111)
9. Talhif, membuat sedih atau merana, seperti :
(119) مُوتُواْبِغَيْظِكُمْ
Artinya : “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”.
(Ali-Imron : 119)
10. Do’a, permohonan, seperti :
(10) فَقَالُوارَبَّنَاآتِنَا
مِنلَّدُنكَ رَحْمَةً
Artinya : “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada
kami dari sisi-Mu”. (Al-Kahfi : 10)
Kaidah
kedua
Perintah setelah larangan menunjukkan kepada
kebolehan.
Yang dimaksud kaidah diatas
yaitu apabila ada perbuatan-perbuatan yang sebelumnya dilarang, lalu datang
perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi hanya
bersifat membolehkan.
Kaidah
ketiga
Pada dasarnya perintah itu menghendaki segera
dilaksanakan.
Misalnya tentang haji,
seperti dalam surat Al-Hajj 27 :
(27) وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ
Artinya
: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji”.
Jumhur ulama’ sepakat bahwa perintah mengerjakan
sesuatu yang berhubungan dengan waktu harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan dan tidak boleh diluar waktu. Bila diluar waktu, tanpa sebab
yang dibenarkan oleh syara’ maka akan berdosa.
Kaidah
keempat
Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki
pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah).
Contohnya perintah menunaikan haji, yaitu hanya satu
kali seumur hidup. Maka seandainya ada orang yang berpendapat perintah haji
tersebut dimaksudkan pengulangan (berkali-kali), maka orang tersebut harus
mampu menunjukkan qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan.
Menurut Ulama’ Qarinah dikelompokkan menjadi tiga :
- Perintah itu dikaitkan dengan syarat, seperti wajib mandi junub.
- Perintah itu dikaitkan dengan illat.
- Perintah itu dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu.
Dari paparan diatas tampak jelas, bahwa berulangnya
kewajibannya itu dihubungkan dengan berulangnya sebab. Dalam kaitannya dengan
masalah ini Ulama’ menetapkan kaidah.
Kaidah
kelima
Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memrintahkan pula segala wasilahnya.
Kaidah ini
menjelaskan bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud tanpa
disertai dengan sesuatu yang lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang
diperintah itu, misalnya kewajiban melaksanakan shalat. Shalat ini tidak dapat
dikerjakan tanpa suci terlebih dahulu. Karena itu, perintah shalat berarti juga
perintah bersuci.
DAFTAR
PUSTAKA
Kitab
Depag 3 C
LKS Fiqih “HIKMAH”
No comments :
Post a Comment